Page 55 - Vol. Edisi Semester 2 2024
P. 55
BIRU SI PERI HUTAN
Setiap hari, Biru Si Peri Hutan selalu bangun pagi. Hangat sinar matahari yang masuk ke kamar Biru melalui
celah jendela di rumah pohonnya seolah-olah mencubit pipi Biru. Kemudian, Biru kan terbangun dengan
cepat dan langsung terbang keluar jendela.
Ya, seperti semua peri hutan lainnya, Biru memiliki sayap dan bisa terbang. Biru terbang untuk
membangunkan semua temannya, sesama peri hutan dan juga binatang-binatang hutan. Sembari terbang,
Biru memanggil nyaring dari balik jendela kamar mereka.
"Teman-temaaan... ayo bangun dan bermain!" seru Biru. Teman-teman Biru pun akan langsung terbangun.
Ada peri hutan yang langsung terbang keluar jendela membawa boneka tidurnya. Ada juga yang terbang
dalam posisi tidur, kepalanya masih melekat di bantal dan tubuhnya masih berselimut.
Sesaat setelah membangunkan teman-temannya, Biru selalu terbang ke puncak pohon tinggi di hutan itu dan
terbang berputar-putar. Menikmati mandi cahaya matahari yang hangat. Teman-teman Biru akan
menyusulnya.
Para peri hutan akan terbang ke puncak pohon. Sementara Bekantan, Tupai Putih, dan kucing merah akan
memanjat dahan-dahan pohon itu dengan lincah.
Namun, tidak demikian dengan Enggang. Pada masa itu, Enggang tidak memiliki sayap. Jadi, Enggang hanya
bisa melompat-lompat kecil di tanah lapang di dekat pohon tersebut.
Meskipun begitu, Enggang melakukannya dengan gembira. Bahkan, ialah yang paling ceria di antara teman-
temannya. Suaranya pun sama nyaringnya dengan Biru. Begitulah asyiknya suasana di hutan setiap pagi.
Namun pada suatu hari, suasana pagi sangat berbeda. Matahari tak terlihat, tertutup awan gelap. Hujan
turun, namun tidak seperti biasa, kali ini deras sekali. Biru tetap bangun paling pagi, namun kali ini hanya
bisa menunggu di balik jendela di dalam rumah.
Ternyata, teman-temannya juga menunggu. Menunggu Biru, menunggu hujan reda, menunggu untuk bisa
keluar dan bermain. Sebelum pagi berakhir, hujan mulai berhenti. Awan kelabu berarak pergi tertiup angin,
dan matahari malu-malu mulai datang memunculkan sinarnya.
Sinar hangat yang ditunggu-tunggu. Tanpa menunda, langsung saja Biru
terbang cepat keluar dari jendela dan memanggil teman temannya. Para
peri hutan langsung menyambut Biru dan ikut terbang bersamanya. Para
binatang hutan juga begitu. Akan tetapi, hujan lebat itu telah membuat
dahan-dahan pohon menjadi sangat licin.
Akibatnya, ketika memanjat pohon, Bekantan terpeleset dan terjatuh.
“Aduuh… huhuuu, huhuuu…” Bekantan menangis kesakitan.
Bekantan terjatuh di dekat Enggang yang seperti biasa, berada di bawah
pohon. Dengan suaranya yang lantang, Enggang memanggil teman-
temannya turun, termasuk Biru. Enggang menemani Bekantan dan
memberinya semangat agar tetap kuat.
46